Review Film 22 Menit (2018)


22 Menit merupakan film yang diambil dari kisah nyata peristiwa pemboman di jalan MH Thamrin 2016 yang lalu dimana aparat kepolisian berhasil memberantas pelaku terorisme dalam waktu 22 menit.

Film ini disutradarai oleh Eugene Panji dan Myrna Paramita. Film pertama yang saya tonton karya sutradara Eugene dan Myrna. Ditulis oleh Husein M Atmodjo dan Gunawan Raharja.

Dibintangi Ario Bayu, Ade Firman Hakim (istirahat tenang dipangkuan-Nya), Fanny Fadilah, Ence Bagus, Mathias Mucus, Ardina Rasti, Taskya Namya, Hana Malasan, Ajeng Krtika.

Film hasil kerjasama dengan kepolisian ini diproduksi oleh PH Buttonijo dan berdurasi sekitar 70 menit.

SINOPSIS

Pada suatu hari yang damai dan tentram, seketika berubah menjadi hari yang kelam bagi Indonesia khususnya masyarakat Jakarta. Telah terjadi serangan pengeboman di Jl MH Thamrin yang dilakukan oleh sekelompok teroris pukul 10:40 pagi.

Peristiwa suram tersebut telah memakan banyak korban jiwa, satu pos polisi dan kedai starbucks hancur akibat ledakan dengan intensitas yang cukup tinggi.  

Film ini menceritakan tentang kronologi pengeboman hingga petugas kepolisian dan antiterorisme mengatasi, menghadapi dan meringkus oknum teroris dalam waktu 22 menit.

Scene penembakan di jalan

ULASAN

Film dimulai dengan ledakan disuatu tempat, terlihat tempat tersebut sudah hancur, teriakan, debu bertebaran, api membara, dan orang-orang yang terluka menghiasi opening tersebut. Lalu visual animasi yang cukup keren memperlihatkan waktu peristiwa itu terjadi dan  bergerak mundur selama 20 menit.

Masyarakat Jakarta memulai aktivitas pagi harinya dengan normal. Dengan prolog penyiar radio (Vincent Rompies) menyampaikan kalimat-kalimat semangat layaknya penyiar radio pada umumnya. Dan Kita diperlihatkan karakter-karakter dari berbagai kalangan yang nantinya akan bersinggungan pada peristiwa pemboman.

Seperti Ardi (Ario Bayu) seorang anggota polisi yang sedang menyiapkan sarapan untuk anak dan istrinya. Lalu mengantarkan anaknya pergi sekolah.

Firman (Ade Firman Hakim) seorang polisi lalu lintas memulai harinya dengan berolahraga namun dia sedang galau akan hubungannya dengan kekasihnya Tasya (Taskya Namya).

Anas (Ence Bagus) sedang memakan santapan pagi dan bersiap untuk bekerja sebagai office boy. Anas mengingatkan kakaknya Hasan (Fanny Fadillah) untuk segera menyiapkan berkas karena dia akan melamar pekerjaan ditempat adiknya bekerja.

Mitha (Hana Malasan) sedang duduk di starbucks menyiapkan sesuatu dengan laptopnya dan satu karakter bule yang sedang menghubungi keluarganya.

Lalu kita diperlihatkan tokoh tidak dikenal yang ternyata pelaku aksi terorisme. Mereka berkelompok dan diperlihatkan kegiatan mereka sebelum beraksi. Semua itu diperkenalkan dengan baik dan singkat.

VISUAL EFEK NYA KEREN PUNYA

Tema animasi dan visual efeknya disajikan dengan keren, bagus, modern, dan sinematik. Visual seperti itu menambah kesan nyata pada film, layaknya tayangan tv yang eksklusif dengan segala glitchnya.

Pada adegan baku tembak selain efek visualnya yang bagus, juga didukung set tempat serta properti senjata yang digunakan menjadikan action sequence menegangkan dan seru untuk ditonton. Tak lupa para figuran yang diperhatikan detail kecilnya serta adegan ledakan yang sekilas tampak nyata dan meyakinkan.

MOTIVASI PENJAHAT TIDAK JELAS

Selama filmnya berlangsung kita disuguhkan aksi tembak-tembakan yang apik dengan segala visual efeknya. Namun dari pendalaman cerita mengenai tujuan, alasan dan apa yang melatarbelakangi tokoh penjahat pada film ini sama sekali tidak diberi jawaban.

Entah kenapa penulis Husein M Atmodjo dan Gunawan Raharja tidak memperdalam isi cerita dengan tidak dijelaskannya alasan sang antagonis melakukan perbuatan keji itu. Entahlah mungkin ingin menghindar dari kontroversi mengingat aksi terorisme merupakan isu yang sensitif untuk di angkat ke dalam sebuah film.

Namun tentunya sudah bertebar di internet informasi-informasi mengenai peristiwa teror di Jl Thamrin. Mulai dari siapa pelakunya hingga alasan dan keterkaitannya dengan organisasi ISIS dapat kalian cari sendiri.

Yaa sebagai penonton tentu berharap ingin disuapi kejelasan mengapa aksi teror itu dilakukan?. Mengapa pos polisi di bom? Mengapa mereka menembak kerumunan dari atas gedung? Dan mengapa orang bule yang tidak berdaya dibunuh?. Bahkan nama pelaku teror pun anonim alias tidak diketahui.

Plot hole tersebut sama sekali tidak terjawabkan pada film ini. Kecuali kalau kalian baca beritanya di internet, saya yakin kalian akan mendapatkan jawabannya.

AKSI POLISI MENGATASI TEROR DALAM 22 MENIT

Terdengar keren bahkan saya cukup bangga mengetahui fakta tersebut. Namun balik lagi, betapa dangkalnya isi cerita pada film ini, hingga membuat penonton bertanya-tanya. Bagaimana bisa polisi dapat mengatasi dan meringkus oknum yang diduga teroris dalam waktu 22 menit? Bagaimana bisa?.

Pertanyaan diatas tidak dijelaskan. Menurut saya sangat disayangkan, kesempatan membuat film bekerjasama dengan pihak kepolisisan seharusnya membuat film maker leluasa dalam mengolah dan menggali lebih dalam cerita yang akan disajikan. Namun nampaknya para film maker ini bermain aman dan memikirkan penontonnya agar dapat menikmati film ini.

KESIMPULAN

Film 22 Menit cocok bagi kalian yang menyukai film aksi petugas kepolisian yang meringkus kejahatan. Dibalik itu ada drama yang disajikan melalui karakter Firman dan Tasya. Juga sebagai pengingat akan sejarah yang menggeparkan ini. 

Dengan menonton film ini dapat menyentuh hati masyarakat Indonesia hingga tumbuh jiwa patriot muda agar lebih cinta akan tanah air kita. Dan tentunya #KamiTidakTakut.


 

Posting Komentar untuk "Review Film 22 Menit (2018)"